Jumat, 05 Desember 2014

ICW: Kasus Anas Bukan Perkara Politik

JAKARTA, KOMPAS.com — Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama S Langkun, menilai, kasus dugaan korupsi dan pencucian uang proyek Hambalang yang menjerat mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, bukan perkara politik yang dibawa-bawa ke ranah hukum. 

Menurut Tama, ada indikasi tindak pidana korupsi yang dilakukan untuk proses politik, yakni pemenangan Anas sebagai ketua umum Partai Demokrat dalam Kongres 2010. 

"Ini bukan perkara politik yang dibawa ke kasus korupsi, tetapi karena ada korupsi yang dilakukan untuk proses politik. Ini yang dibawa JPU (jaksa penuntut umum) KPK ke pengadilan, dibuktikan di pengadilan," kata Tama dalam diskusi bertajuk "Menanti Vonis Anas", di Jakarta, Sabtu (20/9/2014). 

Mengenai pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang dianggap mengawali terjeratnya Anas dalam kasus hukum, Tama menilai, pernyataan itu hanya komentar biasa dari seorang presiden terhadap suatu kasus hukum. Presiden SBY, kata Tama, bukan kali itu saja berkomentar soal kasus korupsi. 

"Statement (pernyataan) Presiden terkait perkara kan ada banyak ya, Bibit-Chandra, presiden berpendapat juga soal Gayus, tetapi ini bagian dari komentar Presiden terhadap kasus-kasus korupsi," ujar Tama. 

Menurut dia, pernyataan Presiden yang meminta KPK untuk segera memperjelas status hukum Anas tersebut bukan suatu proses politik yang menyeret Anas dalam proses hukum. "Soal perkara kan tergantung bukti. Kalau enggak ada bukti, enggak mungkin naik ke persidangan," sambung Tama. 

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Pergerakan Indonesia Gede Pasek Suardika menilai, kasus hukum yang menjerat Anas bermuatan politik. Dia menilai, KPK menyidik kasus Anas atas perintah Presiden SBY yang meminta agar status hukum Anas diperjelas beberapa waktu lalu. 

"Lalu muncul sprindik (surat perintah penyidikan). Berikutnya, yang 'modifikasi', tersangka AU (Anas Urbaningrum), ditambah Hambalang, dan proyek-proyek lainnya. AU memang spresial-lah dari awal," kata Pasek. 

Berseberangan dengan Pasek, Tama menilai bahwa KPK memiliki cukup bukti untuk menetapkan Anas sebagai tersangka. Menurut dia, tim jaksa KPK membawa perkara Anas ke pengadilan pun bukan tanpa dasar. 

Jaksa KPK memiliki sejumlah bukti yang menunjukkan penerimaan hadiah oleh Anas. "Jaksa yakin, sejumlah bukti penerimaan dianggap terbukti, mobil Harrier, penerimaan uang dari Adhi Karya, dari Nazaruddin, ini kan yang dibangun jaksa. Kalau dari pandangan saya, beberapa hal memang sudah. Harrier sudah ada pada dirinya (Anas). Mengenai penguasaan-penguasaannya, itu akan jadi pertaruhan dalam persidangan nanti," tutur Tama. 

Di samping itu, menurut dia, kasus Hambalang yang menjerat Anas ini tidak terlepas dari hasil pengembangan perkara Hambalang dengan terdakwa lainnya, yakni Deddy Kusdinar dan Andi Mallarangeng. 

Dalam persidangan sebelumnya, majelis hakim tindak pidana korupsi (tipikor) sudah menyatakan bahwa Deddy dan Andi terbukti melakukan tindak pidana korupsi terkait proyek Hambalang. "Memang tidak berkaitan langsung, tetapi ini menjadi cabang-cabang proyek Hambalang. Orang yang lakukan kerugian negara dari sisi pemerintah hingga berujung pada menteri ini sudah divonis," ucap Tama. 

Adapun Anas didakwa menerima hadiah atau janji terkait proyek Hambalang dan proyek lain. Menurut jaksa, Anas mulanya berkeinginan menjadi calon presiden RI sehingga berupaya mengumpulkan dana. Untuk mewujudkan keinginannya itu, Anas bergabung dengan Partai Demokrat sebagai kendaraan politiknya dan mengumpulkan dana. 

Dalam upaya mengumpulkan dana, menurut jaksa, Anas dan Nazar bergabung dalam perusahaan Permai Group. Dalam dakwaan, Anas disebut telah mengeluarkan dana senilai Rp 116,525 miliar dan 5,261 juta dollar Amerika Serikat untuk keperluan pencalonannya sebagai ketua umum Partai Demokrat. 

Uang itu berasal dari penerimaan Anas terkait pengurusan proyek Hambalang di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), proyek perguruan tinggi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), dan proyek lain dengan pembiayaan APBN yang didapat dari Permai Group.http://nasional.kompas.com/read/2014/09/20/10454851/ICW.Kasus.Anas.Bukan.Perkara.Politik.

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar