Bersamaan dengan kembalinya Arnold Schwarzenegger dalam dunia akting lewat The Last Stand, saya pun tertarik untuk menonton kembali film yang membuat namanya terkenal, apalagi kalau bukan The Terminator. The Terminator adalah
 pelontar karir dari banyak pihak yang terlibat dalam film ini. Bagi 
Arnold Schwarzenegger perannya sebagai Terminator juga melambungkan 
namanya sebagai action movie star kelas satu setelah sebelumnya hanya dikenal lewat perannya sebagai Conan dalam Conan the Barbarian dan sekuelnya Conan the Destroyer.
 Sedangkan untuk  James Cameron ini adalah momen dimana namanya mulai 
dikenal sebagai sutradara papan atas setelah film debutnya, Piranha II: The Spawning
 yang hancur-hancuran. Sedangkan bagi Linda Hamilton sendiri perannya 
sebagai Sarah Connor tidak hana membuat namanya dikenal luar sebagai 
aktris tapi juga sebagai heroine alias jagoan wanita. Tidak hanya itu, The Terminator yang hanya punya bujet $6,4 Juta juga berhasil menjadi sebuah standar baru dalam film action dengan polesan CGI di dalamnya...tentunya sebelum kemunculan Terminator 2: Judgment Day yang fenonemal itu.
Kisah dalam film ini akan terasa begitu biasa jika dilihat sekarang. 
Pada tahun 2029, mesin sudah menjadi penguasa dan dunia sudah dalam 
kondisi hancur. Pihak mesin yang sudah begitu canggih dan pintar mampu 
mengalahkan para manusia. Namun di masa itu manusia tetap melakukan 
perlawanan di bawah pimpinan John Connor. Pihak mesin yang merasa bahwa 
keberadaan John Connor adalah ancaman yang cukup serius kemudian 
mengutus sebuah cyborg pembunuh yang disebut Terminator (Arnold 
Schwarzenegger) untuk kembali ke masa lalu dan membunuh Sarah Connor 
(Linda Hamilton) yang notabene adalah ibu dari John Connor. Jika Sarah 
dilenyapkan maka otomatis tidak akan ada John Connor, yang berarti tidak
 akan ada perlawanan dari umat manusia. John Connor sendiri tidak 
tinggal diam. Dia mengirim Kyle Reese (Michael Biehn), salah seorang 
tentara manusia di masa depan untuk melindungi sang ibu. Lalu terjadilah
 kejar-kejaran antara sang robot brutal berdarah dingin dengan Kyle 
Reese dan Sarah Connor. Sebuah alur yang sangat sederhana jika dilihat 
sekarang, tapi di masa perilisannya dulu The Terminator sempat dianggap mind blowing dan revolusioner untuk urusan cerita.
Konsep yang ditawarkan James Cameron sebenarnya tidak terlalu orisinil 
karena sudah sempat beberapa kali dipakai, dan memang Cameron tidak 
pernah menghadirkan kisah yang sangat orisinil dalam film-filmnya. Tapi 
kelebihan yang ia miliki dan juga terlihat di film ini adalah bagaimana 
dengan konsep dasar yang ada bisa ia kembangkan dengan cukup kreatif dan
 ia kemas dengan sangat menarik. Kisah time traveler tentang 
prajurti dari masa depan yang kembali ke masa lalu sudah sempat 
disinggung di cerita-cerita lain termasuk serial televisi The Outer Limits yang
 sempat menimbulkan tudingan bahwa Cameron melakukan penjiplakan. Namun 
dalam pengemabangannya dia punya visi sendiri. Misalkan ada kisah 
tentang bagaimana mesin yang sekarang adalah alat bantu yang diciptakan 
manusia bisa melakukan pembrontakan dan mengalahkan manusia itu sendiri.
 Cameron juga memasukkan unsur paradoks dalam kisah perjalanan waktunya.
 Mungkin jika dilihat sekarang adalah sebuah paradoks super sederhana, 
namun dulu hal ini adalah konsep yang cerdas. Cameron juga sempat 
menyelipkan kisah tentang bagaimana hilangnya rasa kepedulian dan 
kemanusiaan mereka. Apakah manusia sendiri sudah mulai menjadi sebuah 
mesin?
Bagaimana James Cameron mengemas film ini menjadi sebuah sajian yang 
sangat menghibur juga luar biasa. Tensi filmnya sudah terasa cepat dari 
awal. Dari adegan pertama dimana kita diperlihatkan kondisi di tahun 
2029, tensinya sudah menegangkan. Gambaran masa depannya begitu terasa 
nyata dengan mesin-mesin canggih menerang manusia dan tentunya disisi 
lain terasa menyeramkan membayangkan hal tersebut benar-benar terjadi. 
Lalu kemunculan Terminator untuk pertama kalinya, sampai kejar-kejaran 
antara Reese dengan para polisi di awal film sudah terasa menegangkan. The Terminator
 memang punya kejar-kejaran mobil, berondongan peluru dan banyak 
ledakan, tapi yang membuat film ini spesial adalah bagaimana tidak hanya
 unsur action yang terasa tapi juga horror yang disajikan lewat 
teror Terminator. Sosoknya yang brutal, dingin dan berbadan rakasa 
begitu intimidatif. Saya ingat betul begitu mengerikannya wajah Arnold 
dengan balutan CGI yang menunjukkan separuh mukana yang rusak. Bagaikan 
sebuah body horror yang creepy. Lalu saat Terminator menunjukkan wujud aslina sebagai sebuah rangka robot, kengerian masih terasa. Memang efek stop-motion
 yang dipakai akan terlihat kasar saat ini, tapi unsur kengeriannya 
tetap terasa. Robot bermata merah menyala dan berjalan patah-patah 
adalah pemandangan mengerikan.
Sosok Terminator begitu cocok dengan Arnold, dan nampakna tidak ada 
aktor lain yang bisa menggantikannya. Fisiknya jelas begitu pas sebagai 
robot pembunuh yang intimidatif. Lalu kejelian James Cameron mengakali 
aksen dan akting Arnold yang buruk juga membuat penampilannya di film 
ini begitu pas. Arnold memang punya akting yang tidak bagus dengan 
intonasi datar dan ekspresi yang datar (jika tidak datar maka akan 
muncul muka aneh nan berlebihan khas Arnie). Tapi disini semua itu 
justru terasa pas karena sosok yang ia mainkan adalah robot berdarah 
dingin. Jangan lupakan juga bahwa disini Arnold mmengucapkan line paling terkenal yang ia miliki, apalagi kalau bukan "I'll be back". The Terminator
 adalah bukti kehebatan Cameron dalam mengembangkan sebuah cerita lalu 
merangkumnya sebagai sebuah hiburan yang berbobot dan sangat menghibur. 
Cameron sanggup memaksimalkan semua aspek yang ada mulai dari efek 
komputer dan sumber daya pemainnya meski saat itu ia dipenuhi dengan 
segala keterbatasan. Bukti sebuah kejeniusan.
 http://movfreak.blogspot.com/2013/01/the-terminator-1984.html





 
 
 
 
 
 
0 komentar:
Posting Komentar